Hangat di Titik Beku Bandung

"Rin, kamu tanggal 4 liputan ya ke Ubertos. Sama Abay, Alif, Tina.", itu pesan yang aku terima dari A Awel, redaktur TV-ku.

Aku langsung menghubungi Abay,
"Bay, besok jam berapa?"
"Jam berapa yakk, jam 5an aja dah", balasnya.
"Hah gi-ma-na?"
"Iyak, jam 5 aja yakk udah di Ubertos"
"Serius, Bay? Jam 5 subuh?"
"Cik atuh mikilll, sholat subuh jam 5 subuh mah"
"Oh hahaha"
Aku tertawa geli atas sedikit kebodohanku.


Hari Minggu, tanggal empat Agustus-ku diawali dengan kedinginan. Rasanya Manisi lebih dingin dari biasanya, membuatku malas untuk berburu makan, apalagi mandi. 

Pukul sebelas aku bergelut dengan rasa malas, dan keluar dari kandang. Sepulangnya dari 'berburu' makanan, aku kaget karena lampu di kamar kost mati. Oh, ternyata mati lampu. "Duh, mana hp low bat". Aku rebahan sejenak menikmati sejuknya kamarku yang gelap nan sunyi, perlahan pandanganku kabur, dan gelap. Tak terasa aku tertidur sampai jam tiga sore. Panik, karena lampu tak kunjung menyala. Segera aku kenakan seragam Jurnalpos TV, tak lupa ku kalungkan kartu pers, dan aku menuju warung sebelah kostan. Hehehe.

Aku membeli air mineral, lalu duduk di kursi depan warung. Saat minum, dua orang yang aku kenal menyapa sambil bermacet-macetan di atas motor, Robby dan Alif.
"Eh, Rin. Berangkat sekarang?", tanya Alif.
"Engga, udah maghrib, kan?"
"Iyak, kok udah rapih aja?"
"Mati lampu di kostan, gak ada temen".
Lalu mereka maju.
"Jam berapa, Neng?", pria sebelahku bertanya.
"Gak tau, A, hapenya mati.", jawabku sambil melihatkan HP untuk meyakinkannya.
"Oh, jurnalistik, angkatan berapa?"
"Eh? 18, A. Alumni jurnal, A?"
"Iya, angkatan 13".
Aku tidak keanehan kenapa dia tau, pasti karena melihat kemeja yang aku kenakan.


Usai percakapan singkat itu, aku berjalan sedikit menuju asrama Femy, dengan harapan dia ada di tempat. Lalu aku menghubungi teman-teman satu tim-ku menggunakan HP Femy yang masih bernyawa. Tapi hasilnya nihil, semua sulit dihubungi. Aku gundah, gelisah, dan lapar. Setelah menunggu beberapa jam, sekitar jam tujuh malam Nanat menelepon lewat HP Femy.
"Rin, kamu di mana?"
"Asrama Femy, HP aku mati, gak ada sinyal juga"
"Ya udah langsung aja sini, ke Ubertos"


Aku jalan menyusuri gang demi gang, sawah, dan jalan Manisi yang gelap gulita dan sepi dengan mengandalkan sebuah senter berwarna merah muda di tanganku. Sampai di jalan raya aku mulai merasakan penerangan dari kendaraan-kendaraan yang berlalu-lalang. Seseorang memanggil, "Hey, Rin!", aku menengok dan mencari sumber suara. Ternyata Kamil, ku balas sapaannya lalu kembali jalan.

Tak lama dari itu, dua orang memanggilku, "Rin!", Bilal dan Jekul.
"Mau ke mana?", tanya mereka dari jarak yang cukup jauh sambil menepikan motor.
"Ke Ubertos."
"Ngapain? Sini dulu sini", aku diminta mendekat.
"Mau liputan buat JP."
"Sendiri? Naik apa?"
"Iya, naik angkot."
"Oh, mau reptil, gak?", (mereka menawariku untuk boncengan bertiga).
"Gak usah, takut ada polisi."
"Ya udah, hati-hati, yak. Hahaha pake bawa gituan segala." (Jekul menunjuk senter yang masih aku genggam).
"Hehe, Manisi gelap banget, tau."


Aku sampai di Ubertos (Ujungberung Town Square), mencari teman-temanku di setiap stand makanan. Cukup lama, sampai aku membaca tulisan 'Jurnalposmedia' tertera di beberapa punggung.

Mereka sudah mulai mewawancarai beberapa pedagang, ada Ani dan Tina juga. Aku cukup grogi saat jadi reporter, karena ini pertama kalinya menjadi reporter news. Berkali-kali re-take. Beruntunglah campers-ku, Abay dan Alif mau bersabar. Suasana di 'Food Festival Goes to Bandung Timur' sangat ramai. Aku menikmati malam itu, walau dengan perut lapar. (Kenapa gak beli makanan, ya).

"Darin, ih, kamu udah di sini aja!", teriak Nanat.
"Lah, emang nungguin? Di mana?"
"Kita nungguin di depan, tuh di KFC.", Fasya dan Akbar mengangguk tanda setuju.
"Tadi aku udah cari ke situ ga ada kalian."
Lalu drama singkat pasalingsingan itu tamat.
Mereka bertiga juga memang habis liputan, dari Museum Geologi.


Liputan usai kurang lebih jam setengah 10 malam, dan kami masih nongkrong di sana. Kami bertemu Karin, Niken, Puput, Nanas, Pita, dan Hanna yang baru dari Ubertos. Aku ditarik Karin menjauh dan kami berbincang sedikit topik yang rahasia, hahaha.

Tersisa aku, Nanat, Fasya, Abay, Alif, dan Akbar. Kumpulan manusia gabut ini jajan ke Indomaret. Aku kedinginan, dan masuk angin, jadi aku membeli minuman bersoda. Listrik masih mati, sudah terhitung sebelas jam dari siang.

Kami berbincang, haha-hihi. Dari mereka bercerita bagaimana sulitnya menghubungiku, sampai tutorial mengikat tali sepatu untuk Nanat yang sudah 19 tahun tinggal di bumi, tapi belum bisa.

Untuk PLN, terimakasih telah mengajarkan arti indahnya kembali ke jaman dulu, di saat momen ngobrol tanpa teknologi itu sangat berarti.

Jam 10 lewat 30 menit kami menuju parkiran, siap untuk pulang. Tiba-tiba, drama kunci motor Akbar hilang. Panik, sih, sedikit. Udara benar-benar dingin, aku menggigil. Atau aku yang sedang lebay? Hm. Aku panjangkan tangan baju, harap-harap sedikit mengurangi kedinginan.

Aku dibonceng Alif,
"Mau dianter ke mana, Rin?"
"Manisi aja."
"Oh, ke kostan."
Sambil motor melaju,
"Mau beli makan dulu gak, Rin?"
Aku memang belum makan, tapi juga tak ada selera untuk makan. Udara yang dingin menaklukkan rasa laparku.
Di tengah perjalanan,
"Eh lampunya udah nyala, ya."
Aku memperhatikan sekeliling, lalu dengan sumringah menjawab,
"Oh iya, udah nyala. 12 jam ya matinya."


Sampai di kostan, aku berkaca, mataku merah, hidungku merah. Menggigil. Terimakasih Bandung, kamu dingin malam ini.

Ini potretku, sudi untuk mampir?

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer